MAKALAH
PEMBARUAN
ISLAM OLEH RASYID RIDHA
DI
SUSUN OLEH :
DIAN
PURNAMASARI
DOSEN
PENGAMPUH : DRS.MUALIMIN,M.Pd
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
STKIP MUHAMMDAIYAH PAGARALAM
KATA PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan kepada allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-nya kepada saya, sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini yang
alhmdulilah tepat pada waktunya yang berjudul “ pembaruan islam oleh Rasyid Ridha”. Makalah ini berisikan
informasi Rasyid Ridha, dan pemikiran-pemikirannya, diharpakan makalah ini
dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Rasyid Ridha.
Saya
sadari makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan dalam penyusunan makalh ini dari awal sampa akhir.
Penyusun,
13 Desember 2016
i
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
.....................................................................................................
i
DAFTAR ISI
...................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
................................................................................................1
B. Rumusan
Masalah
...........................................................................................1
C. Tujuan
.............................................................................................................
1
BAB II PROFIL
A. Riwayat
Hidup Rasyid Ridha ........................................................................
2
B. Pendidikan
......................................................................................................
2
C. Karya
Tulis ......................................................................................................
3
D. Kontribusi
Monumental Rasyid Ridha ...........................................................
4
E. Metode
Yang Digunakan Rasyid Ridha ..........................................................7
BAB III PEMBAHASAN
A. Ide
Pemikiran Rasyid Ridha
........................................................................... 9
B. Pengaruh
Rasyid Ridha .................................................................................
12
C. Wafatnya
Rasyid Ridha ................................................................................
12
BAB IV PENALARAN
A. Analisis
Dan Krisis Pemikiran Rasyid Ridha ............................................... 13
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
....................................................................................................
14
B. Rekomendasi
................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Islam mulai
menurun di penghujung abad XVII Masehi. Titik awal penurunan itu dimulai dari
kekalahan-kekalahan yang diderita oleh angkatan perang Turki dalam
pertempuran-pertempuran dengan kekuatan-kekuatan bangsa Eropa. Mesir sebagai
salah satu daerah kekuasaan Turki tidak terlepas dari gangguan bangsa Eropa.
Tahun 1798 M, Mesir yang merupakan pusat kebudayaan Islam terbesar saat itu
jatuh ketangan perancis.
Salah satu
faktor penyebab kekalahan dan kemunduran Islam pada masa itu, dikarenakan
terlenanya umat Islam akan kejayaan Islam pada masa lalu dan banyaknya umat
Islam yang disibukkan dengan masalah-masalah agama tanpa ingin mempelajari dan
ingin membahas lebih dalam masalah pendidikan. Inilah yang menyebabkan tertutupnya
pintu Ijtihad, dikarenakan umat Islam banyak yang bersifat taqlik dan banyaknya
perselisihan antar mazhab. Tidak hanya itu, banyak para pemimpin yang tidak
memperhatikan kesejahteraan rakyatnya karena para pemimpin banyak yang
menyalahgunakan kekuasaannya untuk kesenangan pribadinya.
Dari
berbagai masalah-masalah yang terjadi, pemuka Islam mulai memikirkan cara untuk
mengatasi hal tersebut. Dengan cara menimbulkan ide-ide yang dapat membawa
pembaharuan dikalangan umat Islam. Salah satu pemuka Islam yang resah terhadap
kemunduran Islam pada masa itu adalah Rasyid Ridha. Rasyid Ridha ingin
mengadakan pembaharuan disegala bidang. Rasyid Ridha melihat umat Islam banyak
mengikuti peradaban Barat dan banyak meninggalkan nilai-nilai keIslaman serta
banyak umat Islam yang terpecah belah oleh perebutan kekuasaan.
B. RUMUSAN MASALH
Berdasarkan
latarbelakang masalah yang telah penulis paparkan, maka yang menjadi fokus
kajian dalam makalah ini adalah:
1. Apa ide
pemikiran dan pembaharuan Rasyid Ridha dalam aspek pendidikan, agama, hukum dan
politik?
2. Apa
kontribusi yang diberikan oleh Rasyid Ridha bagi umat Islam?
C. TUJUAN
1.
Mengetahui secara jelas riwayat hidup rasyid ridha
2.
Pemikiran dan karya-karya rasyid ridha
1
BAB II
PROFIL
A.
Riwayat Hidup Rasyid Ridha
Muhammad
Rasyid Ridha dilahirkan di Qalmun wilayah pemerintahan Tarablus Syam pada
tahun 1282-1354 H/1865-1935 M. Dia adalah Muhammad Rasyid Ibn Ali Ridha Ibn
Muhammad Syamsuddin Ibn Muhammad Bahauddin Ibn Manla Ali Khalifah. Keluarganya
dari keturunan yang terhormat berhijrah dari Baghdad dan menetap di Qalmun.
Kelahirannya tepat pada 27 Jumad al-Tsanil tahun 1282 H/ 18 Oktober
tahun 1865 M.
B.
Pendidikan
Pendidikannya
diawali dengan membaca al-Qur’an, menulis dan berhitung di kampungnya, Qalamun,
Suriah. Berbeda dengan anak-anak seusianya, Muhammad Rasyid Ridha lebih senang
menghabiskan waktunya untuk belajar dan membaca buku daripada bermain. Sejak
kecil ia telah memiliki kecerdasan yang tinggi dan kecintaan terhadap ilmu
pengetahuan.Setelah lancar membaca dan menulis, Muhammad Rasyid Ridha masuk ke
Madrasah ar-Rasyidiyah, yaitu sekolah milik pemerintah di kota Tripoli. Di
sekolah itu ia belajar ilmu bumi, ilmu berhitung, ilmu bahasa, seperti nahu dan
saraf (ilmu tata bahasa Arab), dan ilmu-ilmu agama, seperti akidah dan ibadah.
Hanya setahun ia belajar di sini, karena ternyata sekolah itu khusus
diperuntukkan bagi mereka yang ingin menjadi pegawai pemerintah, sedangkan ia
tidak berminat mengabdi untuk pemerintah.
Ketika
berumur 18 tahun, ia kembali melanjutkan studinya dan sekolah yang dipilihnya
adalah Madrasah al-Wataniyyah al-islamiya yang didirikan Syekh Husain
al-Jisr. Dibandingkan dengan Madrasah ar-Rasyidiyah, madrasah ini
jauh lebih maju, baik dalam sistem pengajaran maupun materi yang
diajarkan. Di sini ia belajar mantik, matematika, dan filsafat, di samping
juga ilmu-ilmu agama. Gurunya, Syekh Husain al-Jisr, dikenal sebagai
seorang yang banyak berjasa dalam menumbuhkan semangat ilmiah dan ide pembaharuan
dalam diri Rasyid Ridha kelak. Di antara pikiran-pikiran gurunya yang sangat
mempengaruhi ide pembaharuan Rasyid Ridha adalah bahwa satu-satunya jalan
yang harus ditempuh umat Islam untuk mencapai kemajuan adalah memadukan
pendidikan agama dan pendidikan umum dengan menggunakan metode Eropa.
2
C.
Karya Tulis
Rasyid Ridha
Syekh Husain al-Jisr berpendapat demikian
karena sekolah-sekolah yang didirikan bangsa Eropa dan Amerika di Suriah saat
itu banyak diminati anak-anak pribumi. Keadaan ini justru mengkhawatirkan
al-Jisr karena di sekolah-sekolah itu tidak disajikan materi pelajaran agama.
Pada usia
dua puluh delapan tahun, tepatnya tahun 1310 H/ 1892, terjadi revolusi besar
dalam pemikirannya yang mengubah secara drastis pemahamannya terhadap Islam.
Ini bermula ketika Rasyid Ridha menemukan beberapa edisi koran al-‘Urwatul
Wutsq, yang concern dalam upaya mengobarkan spirit modernisasi
pemikiran serta revivalisasi peradaban umat Islam yang tengah tiarap. Koran
yang merupakan corong pemikiran Jamaluddin al-Afghani (1254 H/ 1839—1314
H/1897) dan Muhammad Abduh (1266 H/ 1848-1323 H/1905) ini ditemukan secara
tidak sengaja oleh Rasyid Ridha di sela-sela koleksi buku ayahnya.
Tulisan-tulisan
kedua tokoh ini membuatnya tersadar bahwa Islam tidak hanya agama rohani yang
berkutat pada dimensi batin manusia, namun merupakan agama yang menyeimbangkan
antara aspek duniawi dan ukhrawi, rasional dan sangat concern pada
pengembangan peradaban umatnya. Islam juga merupakan agama yang diturunkan
untuk membawa kesejahteraan dalam kehidupan duniawi manusia serta
mempersiapkannya menjadi khalifah Allah swt. yang bertanggung jawab mewujudkan
kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.
Ridah
merupakan penulis yang prolifik, yang telah menghasilkan karya-karya besar
dalam pemikiran tafsir, hadith, politik, dakwah, kalam, perbandingan agama,
fiqh dan fatwa. Antara tulisannya termasuklah Tarikh Al-Ustadh Al-Imam
Al-Syaikh Muhammad ‘Abduh (Biografi Imam Muhammad Abduh), Nida’
li Jins al-Latif (Panggilan terhadap Kaum Wanita), Al-Wahyu
Muhammadi (Wahyu Nabi Muhammad), Yusr Al-Islam wa Usul
At-Tashri‘ Al-‘Am (Kemudahan Islam dan Prinsip-prinsip Umum dalam
Syari’at), Al-Khilafah wa Al-Imamah Al-‘Uzma (Khalifah dan
Imam-Imam yang Besar), Muhawarah Al-Muslih wa Al-Muqallid(Dialog
Antara Kaum Pembaharu dan Konservatif), Zikra Al-Maulid An-Nabawiy (Memperingati
Hari Kelahiran Nabi Muhammad), dan Haquq Al-Mar’ah As-Salihah (Hak-hak
Wanita Muslim).
3
D. kontribusi
monumental Rasyid Ridha
tafsir al-Manar. Tafsir
dengan nama asli Tafsir al-Qur’an al-Hakim ini merupakan karya magnum
opus Sang Mujaddid yang merefleksikan pandangan-pandangan progresifnya
dalam memahami Kitabullah yang tentunya menjadi sandaran utama menuju
revivalisasi umat. Ide-ide modernisasi dan reformasi serta karakteristik dan
model kebangkitan umat yang ingin diwujudkan Sang Tokoh akan dapat diamati
dengan jelas di sela-sela interaksinya dengan ayat-ayat Kitab Suci ini.
Tafsir yang
terdiri dari beberapa jilid tebal ini memang tidak lengkap tiga puluh juz. Ia
baru sempat diselesaikan Rasyid Ridha sampai kira-kira sepertiga bagian dari
juz ketiga belas, tepatnya pada ayat 101 surah Yusuf, karena ajal telah
terlebih dulu menjemputnya. Penafsiran surat ini selanjutnya dituntaskan oleh
Syeikh Bahjat al-Baithar dan kemudian diterbitkan dengan tetap memakai nama
Rasyid Ridha.
Al-Manar, adalah majalah bulanan yang
membahaskan idealisme pembaharuan dan tajdid di Kaherah. Ia
mengungkapkan tradisi pemikiran yang segar yang diasaskan daripada ide-ide
pembaharuan yang dipelopori oleh Jamal al-din al-Afghani dan Muhammad Abduh
dalam al-‘Urwa al-Wuthqa. Fokusnya adalah usaha pembaharuan dan
dakwah.
Sementara
akhbar lain membicarakan kebobrokan dan kegawatan di dunia Islam, Al-Manar mencadangkan
penyelesaiannya yang umum, dan memberikan formula yang mendetil. Pengaruh al-Manar yang
signifikan ini diungkapkan oleh Shaykh Husayn al-Jisr ketika mengulas tentang
keluaran pertama al-Manar dan ketahanan gerakan islah yang
dibawa oleh Ridha: “Al-Manar telah
muncul, menyerlah dengan cahaya yang luar biasa dan menyenangkan, hanyasanya
cahaya ini telah dipantul oleh sinar yang kuat yang hampir mencederakan
pandangan.”
Al-Manar menggerakkan perbincangan
tentang dakwah, idealisme dan islah, menerangkan dasar-dasar Pan-Islamisme,
meneroka persoalan-persoalan yang berkait dengan ajaran aqidah dan hukum,
membincangkan faham modernisme, sekularisme, nasionalisme dan mempelopori
dialog dan pertukaran ide antara budaya, dan meneropong pemikiran baru berkait
dengan falsafah agama dan budaya dan menangani isu-isu sosial dan peradaban.
Al-Manar pertama kali diterbitkan pada
21 Shawal 1315 H (17 Mac 1898) sebagai jurnal mingguan yang memuatkan lapan
halaman.
4
Bermula pada
tahun kedua, ia dikeluarkan setiap bulan, dan tersebar dengan meluas ke seluruh
jajahan Islam dalam wilayah Turki, India, Mesir, Syria, Maghribi dan turut
diseludup ke arkipelago Melayu dan Tanah Jawa. Pada tahun kedua belas
keluarannya (1909), salinan-salinan yang berbaki daripada keluaran pertama
telah dijual empat kali ganda daripada harganya yang asal.
Dalam
mukaddimah ringkasnya memperkenalkan al-Manar, Ridha menulis: “Demikian ini adalah suara yang menyeru
dengan lidah Arab yang jelas, dan seruan kepada kebenaran yang sampai ke
telinga mereka yang bercakap dengan huruf dad [masyarakat Arab] dan ke telinga
seluruh penduduk Timur, memanggil dari tempat yang dekat [Mesir] dari mana
kedua-dua bangsa di Timur dan Barat dapat mendengar, dan ia menyebar luas
supaya dengan itu penduduk Turki dan Parsi juga dapat menerimanya. Ia menyeru:
“Wahai, bangsa timur yang sedang lena dibuai mimpi yang enak, bangun, bangun!
Tidurmu telah melampaui batas rehat.”
Menurut C.C.
Berg dalam kajiannya tentang sejarah Indonesia, gerakan pencerahan yang
dicetuskan oleh al-Manar telah melahirkan kelompok pembaharu
yang mempelopori perjuangan kaum muda di Indonesia: “Al-Manar tidak memberikan pencerahan kepada masyarakat Mesir
sahaja. Ia mencerah pemikiran masyarakat Arab di dalam dan di luar; umat Islam
dari rantau arkipelago Melayu yang menuntut di Universiti al-Azhar atau di
Mekah, dan bekas pelajar dari Indonesia yang masih memelihara keakraban
hubungannya dengan dunia Islam setelah pulang ke sempadan negaranya di Dar
al-Islam…dan kesemua orang-orang ini kini melihat Islam dalam rangka cahaya
yang baru…kalangan yang telah menyelami dan mempertahan cahaya al-Manar di
Mesir, menjadi kelompok “Manar” kecil untuk lingkungannya, setelah pulang ke
Indonesia.”
Menerusi Majallah al-Manar, Ridha mengusung
pemikiran Imam Muhammad Abduh dengan menyediakan ruangan khas, bermula daripada
tahun ketiga keluarannya, untuk menerbitkan siri-siri Komentar
al-Qur’an oleh Abduh yang disampaikannya di Jami‘ al-Azhar,
Kaherah. Ruangan khas ini turut memuatkan fatwa-fatwa Abduh, atau keputusannya
tentang persoalan menyangkut hukum atau agama yang dikemukakan oleh pembaca;
selain seksyen yang memuatkan perkembangan dan ide-ide baru di dunia Islam,
serta ulasan-ulasan buku dan publikasi yang lain.
5
Ayat-ayat
yang dikupas oleh Imam Muhammad Abduh merangkumi surah-surah pendek yang
meliputi tafsir surat al-‘Asr, tafsir Juz ‘Amma,
tafsirsurah al-Fatihah, tafsir ayat 78-79 dari surah al-Nisa’,
tafsir ayat 52-55 dari surah al-Hajj, dan tafsir ayat 37 dari surah
al-Ahzab yang kemudiannya digazetkan dalam Tafsir al-Manar.
Manhaj yang
digariskan oleh Imam Muhammad Abduh dalam tafsirannya adalah berteraskan
metode al-adabi al-ijtima‘i (sosial dan budaya) yang
menekankan hubungan ayat dengan kondisi sosial dan upaya meraih hidayahnya dan
kritikan yang keras terhadap budaya taqlid yang membengkak dalam masyarakat. Tekanan yang penting diberikan terhadap
tradisi aqliah dan ijtihad, seperti dinyatakan
dalam huraiannya terhadap ayat 38-42 daripada surah ‘Abasa: “Muka (orang-orang yang beriman) pada hari itu
berseri-seri, tertawa, lagi bersuka ria, dan muka (orang-orang yang ingkar)
pada hari itu penuh debu, diliputi oleh kesuraman dan kegelapan. Mereka itulah
orang yang kafir, yang derhaka.”
Imam
Muhammad Abduh mengulas: “Sesiapa yang ketika hidup di dunia berusaha
mencari kebenaran dengan akal fikiran yang dianugerahkan kepadanya tanpa
terikat dengan titik bengek adat, kebiasaan atau pandangan sesiapa kecuali
Rasulullah, serta tidak angkuh dalam menerima kebenaran apabila dihadapkan
padanya, akan bergembira di akhirat kelak, kerana hasil usaha mereka dapat
dilihat di hadapan mata.”
“Manakala
sesiapa yang ketika hidup di dunia tidak menghargai aqalnya, reda dengan
kejahilan, enggan terima kebenaran, sekalipun telah terbukti jelas kerana
taksub dengan pendapat pimpinannya, malah sedaya upaya mempertahankannya dengan
takwil dan penaka helah yang batil, kelak di akhirat akan mendapati segala
amalan yang disangka akan menguntungkan sebenarnya menjadi punca kecelakaan dan
sengsara, lalu wajah menjadi hitam dan gelap kerana kecewa dan dukacita yang
amat.”
Perjuangan
Shaykh Muhammad Rashid Ridha untuk memimpin perubahan telah memperlihatkan
kesan yang dramatik di negara-negara umat Islam. Peranan jurnal al-Manar dalam
mengangkat martabat dan harakah perjuangan cukup dirasai di seluruh rantau
Islam, khasnya di Nusantara.
Kemantapan
fikiran dan idealisme yang dicetuskan oleh Ridha telah berhasil memperkasa umat
dan melahirkan golongan pembaharu yang meneruskan perjuangannya membanteras
taqlid,
6
membebaskan
fikiran daripada kepercayaan jelek, tahyul dan khurafat, dan memperbaharui
tekad ke arah memantapkan solidaritas dan merapatkan perselisihan mazhab.
Peranan kita di bumi kita adalah untuk melanjutkan perjuangan dan meneruskan
iltizam Ridha untuk mengembangkan pengaruh Madrasah Imam Muhammad Abduh dan
menyalakan obor perjuangannya ke seluruh dunia.
E. Metode yang
digunakan Rasyid Ridha
Ketika
majalah al-Urwah al-Wutsqa sudah mencapai cetakan yang kedelapan belas
melalui prakarsa Rasyid Ridha. Ia mendapatkan misi yang membuat ia harus
berhijrah dari negerinya (Tarablus) ke Mesir untuk menerbitkan majalah al-Manar.
Ia menjadi juru bicara dalam aliran pemikiran yang diusungnya. Al-Manar
dijadikan sarana dalam menyampaikan metode-metode pembaharuan ke seluruh
penjuru negara Muslim. Rasyid Ridha berkeinginan untuk menjadikan al-Manar
sebagai “kawat listrik” yang menyengat dan menggugah umat Islam, sebagaimana
yang ia lakukan dengan penerbitan majalah al-Urwah al-Wutsqa.
Dalam
pertemuannya dengan Muhammad Abduh (6 Sya’ban tahun 1315 H/
31Desember tahun 1897 M. Ia telah mempelajari proyek penerbitan majalah al-Manar
yang membahas pada masalah penyakit masyarakat dan kelemahannya beserta
penanggulangannya melalui pendidikan. Ia membeberkan aliran pemikiran
yang benar untuk melawan kejahilan, dan pemikiran yang merusak seperti
pemaksaan kehendak dan khurafat.
Dalam
menentukan metode majalah, Muhammad Abduh meminta pada Rasyid Ridha
untuk:
1. Tidak
mengikuti partai-partai politik
2. Tidak
mementingkan dalam membela diri dari kritikan
3. Tidak
melayani orang yang sombong
Setelah
dirampungkan seluruh metode yang akan dijalankannya, maka terbitlah al-Manar
pada tanggal 22 Syawal tahun 1315 H/ 17 Maret tahun 1898 M dalam bentuk koran
mingguan. Setahun setelah wafatnya Jamaluddin al-Afghani. Kemudian al-Manar
berubah bentuk menjadi majalah bulanan di tahun kedua untuk menyampaikan
misi al-Urwah al-Wutsqa yang diprakarsai oleh al-Afghani. Yang
menjadi pimpinan redaksinya waktu itu ialah Muhammad Abduh. Inilah al-Manar
yang kemudian terbit lagi dengan pemikiran-pemikiran Muhammad Abduh. Ketika
itu, pemegang tampuk kepimpinan redaksinya adalah Rasyid Ridha.
7
Keistimewaan
yang paling mencolok dari tafsir al-Manar dibandingkan dengan yang
lainnya terletak pada terobosan baru dalam hal metodologi yang ditempuhnya.
Metode yang dapat dikatakan belum ditempuh para mufassir sebelumnya ini
merupakan pengembangan dari yang ditempuh Muhammad Abduh sebelumnya. Secara
umum, metode dimaksud dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Tidak
terikat dengan pendapat-pendapat yang dikemukakan para mufasir atau ulama sebelumnya.
2. Menggunakan
bahasa yang sederhana dan mudah dipahami dalam menyingkap makna-makna
al-Qur’an, namun dengan tetap memelihara keindahan struktur kalimat (uslub)
dan diiringi upaya penyingkapan ketelitian redaksi yang dipergunakannya.
3. Menjadikan
al-Qur’an sebagai hakim (penentu) atau dasar (ashl) dalam melahirkan
berbagai ketentuan dalam bidang akidah dan fiqih, dan bukan sebaliknya.
4. Menghindari
perincian (paparan mendetail) terhadap hal-hal yang sudah dianngap memasuki
wilayah mubhamat (masalah-masalah yang tidak di uraikan secara rinci di
dalam al-Qur’an maupun sunnah Nabi Muhammad saw. Menurutnya, tidak
dijelaskannya hal-hal tersebut secara detil oleh al-Qur’an dan as-Sunnah
menunjukkan bahwa perincian dimaksud tidak penting dan bahkan bisa jadi hanya
akan merintangi target utama yang ingin dicapai, yaitu pemberian petunjuk.
5. Menghindari
penggunaan riwayat-riwayat israiliyat dalam penafsiran, terutama yang berkenaan
dengan kisah-kisah para nabi dan umat-umat terdahulu.
6. Banyak
menjelaskan ketentuan-ketentuan Allah swt, (sunnatullah) yang telah digariskan
bagi manusia, khususnya dalam aspek sosial, dan alam semesta serta seruan yang
bertujuan menyadarkan serta mengarahkan kehidupan kaum muslimin kembali kepada
tuntunan Allah swt, yang semestinya. Penulis tafsir ini juga memaparkan
berbagai undang-undang kehidupan sosial dan faktor-faktor kemajuan maupun
kemunduran yang berlaku secara umum terhadap seluruh umat dan bangsa.
7. Membantah
berbagai keragu-raguan yang ditiupkan para musuh Islam atau serangan-serangan
yang mereka lontarkan terhadap ajaran-ajaran yang dibawa al-Qur’an dan
as-Sunnah.
8
BAB III
PEMBAHASAN
A. Ide-ide
Pemikiran Rasyid Ridha
Pada tahun
1898 Rasyid Ridha hijrah ke Kairo dengan maksud berguru dan bergabung dengan
Muhammad Abduh. Langkah pertama yang dilakukan Rasyid di Mesir adalah mendesak
Abduh untuk menerbitkan sebuah majalah sebagai corong mereka. Menurut Rasyid,
hal ini penting karena cara yang tepat untuk menyembuhkan penyakit umat ialah
pendidikan serta menyiarkan ide-ide yang pantas untuk menentang kebodohan dan
pikiran-pikiran yang mengendap dalam diri umat seperti fatalistik dan khurafat.
Abduh menyetujui saran muridnya itu, kemudian terbitlah sebuah majalah
yang diberi nama al-Manar. Nama yang diusulkan Rasyid dan disetujui
Abduh. Dalam terbitan perdananya dijelaskan bahwa tujuan al-Manar sama
dengan al-‘Urwah al-Wusqa, yakni sebagai media pembaharuan dalam bidang
agama, sosial, ekonomi, menghilangkan faham-faham yang menyimpang dari agama
Islam, peningkatan mutu pendidikan, dan membela umat Islam dari kebuasan
politik Barat.
1.
Ide pembaharuan bidang pendidikan
Erat
kaitannya dengan konsep “jihad” yang dikemukakannya, Rasyid menganjurkan umat
Islam memiliki satu kekuatan untuk menghadapi beratnya tantangan dunia
modern. Kekuatan itu hanya dapat dimiliki jika umat Islam bersedia menerima
peradaban Barat. Jalan untuk memperoleh peradaban Barat itu ialah berusaha memperoleh
ilmu pengetahuan dan teknologi Barat itu sendiri. Ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak berlawanan dengan Islam, bahkan umat Islam wajib mempelajari
dan menerima ilmu pengetahuan dan teknologi itu bila mereka ingin maju.
Dalam
berbagai tulisannya, Rasyid mendorong umat Islam untuk menggunakan
kekayaannya dalam pembangunan lembaga-lembaga pendidikan. Menurut
Rasyid, membangun lembaga pendidikan lebih baik dari membangun masjid.
Baginya masjid tidaklah besar nilainya apabila orang-orang yang shalat di dalamnya
hanyalah orang-orang bodoh. Dengan membangun lembaga pendidikan,
kebodohan dapat dihapuskan dan dengan demikian pekerjaan duniawi dan ukhrawi
akan menjadi baik. Satu-satunya jalan menuju kemakmuran adalah perluasan
pendidikan secara umum.
9
Di bidang
pendidikan ia mendirikan sekolah sebagai misi Islam dengan nama Madrasah al-dakwah
Wa al-Irsyad di Kairo pada tahun 1912 M. Para alumni madrasah ini
disebarkan keberbagai dunia Islam. Muhammad Rasyid Ridha sebagai penggerak
pembaharuan Islam yang masih condong pada ajaran-ajaran Ibnu Taimiyah. Ia
sebagai penyokong aliran Wahabi, karena dalam ajaran aliran tersebut
dikemukakan pengakuan bermazhab salaf yang bertujuan mengembalikan ajaran Islam
kepada al-Qur’an dan al-Hadis.
2. Ide pembaharuan bidang agama
Ada beberapa
faktor yang menyebabkan umat Islam lemah dan jauh ketinggalan oleh orang Barat,
di antaranya Islam telah kemasukan ajaran-ajaran yang nampaknya Islam, tetapi
sebenarnya bukan. Hal itu menyebabkan umat Islam melaksanakan ajaran yang tidak
sesuai lagi dengan ajaran Islam sebenarnya.
Menurut
Rasyid Ridha, umat Islam dapat mengejar ketinggalannya dari bangsa Eropa, jika
mereka kembali kepada ajaran Islam sebenarnya sebagaimana telah diajarkan
Nabi Muhammad saw dan dipraktekkan oleh sahabat. Dengan demikian, Rasyid
menganjurkan untuk menggali kembali teks al-Qur’an.
Ijtihad
adalah modal awal demi keberlangsungan syariat Islam yang memenuhi seluruh
kebutuhan pembaruan “karena syariat Islam adalah syariat penutup dari Tuhan,
dan hikmah dari semua itu adalah bahwasanya Allah swt, telah
menyempurnakan agama ini dan menjadikannya agama yang universal antara ruh dan
jasad, dan memberikan kesempatan seluas-luasnya pada umatnya untuk berijtihad
yang benar dan dalam mengambil istinbat. Kedua sisi ini sangat sesuai
dengan kemaslahatan manusia di setiap tempat dan waktu.
3. Ide pembaharuan Bidang Politik dan
Hukum
Walaupun
Rasyid Ridha mengakui kemajuan peradaban Barat, tetapi dia tidak setuju dengan
ide kebangsaan yang dibawa bangsa Barat. Menurut Rasyid, umat Islam tidak perlu
meniru ide kebangsaan Barat, karena dalam Islam rasa kebangsaan itu
dibangun atas dasar keagamaan. Sejalan dengan konsepnya ini, Rasyid
merindukan pulihnya kesatuan dan persatuan umat. Ia mengajak umat Islam untuk
bersatu kembali di bawah satu sistem hukum dan moral. Untuk melaksanakan hukum
harus ada kekuasaan dalam bentuk negara. Negara yang dianjurkan Rasyid Ridha
ialah negara dalam bentuk kekhalifahan. Kepala negara dibantu oleh ulama-ulama
pembantu. Khalifah hendaklah seorang mujtahid, karena ia mempunyai kekuatan
legislatif. Di bawah kekhalifahan seperti inilah kesatuan dan kemajuan umat
dapat tercapai.
10
Konsep
kekhalifahan yang diajukan Rasyid sebagai yang termuat dalam buku al-Khalifah,
kelihatannya semata-mata hasil renungan dan pandangannya terhadap sejarah
perjalanan khalifah al-Rasyidin. Dia hanya melihat pada fungsi negara dengan
mengenyampingkan persepsi negara ditinjau dari sudut pertumbuhan penduduk.
Dengan kata lain, Rasyid kurang menghayati dinamika sejarah pemerintahan Islam
pada zaman klasik dan pertengahan. Secara administrasi, sistem kekhalifahan itu
memancing instabilitas dan perebutan kekuasaan karena secara langsung menutup
kreativitas dan aspirasi rakyat. Tampaknya sistem kekhalifahan sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan zaman.
Pendedahan
awalnya terhadap gerakan politik dan islah tercetus setelah
terbaca jurnal al-‘Urwa al-Wuthqa yang diterbitkan pada tahun
1884 (yang dikeluarkan secara berkala selama 8 bulan) di Paris, oleh Jamal
al-Din al-Afghani yang mengungkapkan ide-ide pembaharuan dan mengapungkan faham
anti kolonialisme, pemberdayaan reformasi dan pemacuan ijtihad. Ridha
menjelaskan tentang idealisme pemikiran yang dizahirkan dalam al-‘Urwa
al-Wuthqa dengan katanya: “Aku menemui salinan al-‘Urwa al-Wuthqa
daripada kertas-kertas dalam simpanan ayah. Setelah aku membaca
artikel-artikelnya yang menyeru kepada gagasan Pan-Islamisme, meraih semula
kegemilangan, kekuatan dan keunggulan Islam, penemuan semula ketinggian dan
kedudukan yang pernah dimilikinya, dan pembebasan umatnya daripada dominasi
luar, aku sangat teruja sehingga seperti memasuki fasa baru dalam hidupku. Dan
aku sangat tertarik dengan metodologi yang diketengahkan dalam artikel-artikel
ini dalam melakar dan membuktikan hujahnya dalam perbahasan dengan bersandarkan
ayat-ayat al-Qur’an, dan tentang tafsirnya yang tiada seorang mufassir telah
menulis sepertinya.”
Ridha turut
menghuraikan kekuatan al-‘Urwa al-Wuthqa sebagai hasil
pemikiran yang penting yang menggariskan manhaj perjuangan
yang berkesan dalam menangani kepincangan budaya dan politik dan mengangkat
harakat pemikiran dan menggarap permasalahan umat yang mendasar: “antara
poin yang terpenting yang menzahirkan keunggulan al-‘Urwa al-Wuthqa dan
kekuatannya yang tersendiri adalah: (1) (penekanannya terhadap) ketentuan Allah
terhadap makhlukNya dan sistem aturan dalam masyarakat manusia, dan sebab
kebangkitan dan kejatuhan sesuatu bangsa sepertimana juga kekuatan dan
kelemahan mereka;
11
(3)
bagi umat Islam tidak ada faham kebangsaan dan nasionalisme kecuali terhadap
agama mereka, oleh itu mereka semuanya bersaudara di mana perbezaan ras dan
darah keturunan tidak harus memisahkan kesatuan mereka, tidak juga
perbezaan bahasa dan kerajaan mereka.”
Semangat
yang dipugar daripada pembacaan al-‘Urwa al-Wuthqa ini terus
menggilap karakter dan mengukuhkan daya perjuangan Ridha, yang mengilhamkannya
untuk berhijrah ke Mesir dan bergabung dengan al-Afghani dan Abduh bagi
melanjutkan perjuangan Pan-Islamisme: “Setelah beliau [al-Afghani] meninggal, harapanku semakin tinggi
untuk menemu wakilnya Shaykh Muhammad Abduh untuk meraih ilmu dan pandangannya
tentang reformasi Islam. Aku menunggu sehingga terbukanya peluang pada bulan
Rajab tahun 1315 (1897) dan itu adalah sebaik saja aku menamatkan pengajian di
Tripoli, memperoleh status ‘alim, dan tauliah untuk mengajar secara bebas,
daripada mentor-ku, Shaikh Husayn al-Jisr. Kemudian itu aku lansung berhijrah
ke Mesir dan melancarkan al-Manar untuk menyeru kepada pembaharuan.”
B. Pengaruh Rasyid Ridha
Ide
pembaharuan Rasyid Ridha mendapat perhatian dan mempengaruhi dunia Islam.
Setelah pembukaan Dar al-Da’wah wa al-Irsyad di Kairo, Rasyid mendapat
undangan dari kalangan tokoh Islam India untuk membuka lembaga pendidikan
semacam itu di India. Hal ini membuktikan bahwa idenya mendapat perhatian dan
mempengaruhi umat Islam India. Ide-idenya yang terkandung dalam majalah al-Manar
kuat sekali mempengaruhi umat Islam Indonesia. Idenya yang sangat terasa di
Indonesia adalah pemberantasan bid’ah dan khurafat, serta perumusan kembali
keyakinan dan pengamalan Islam disesuaikan dengan pemikiran dan peradaban
modern.
C. Wafatnya Rasyid Ridha
Setelah
mendarmabaktikan hidupnya selama puluhan tahun demi tercerahkannya kaum
muslimin, Rasyid Ridha akhirnya wafat pada tahun 1354 H/ 1935,
secara mendadak dan dengan penyebab yang misterius di dalam mobil yang
membawanya pulang dari Suez ke Kairo. Ia dimakamkan di ibukota Mesir ini
bersebelahan dengan makam gurunya, Muhammad Abduh.
12
BAB IV
PENALARAN
A. ANALISIS
DAN KRITISI PEMIKIRAN RASYID RIDHA.
Ada beberapa hal yang perlu dicermati dan ditelaah secara kritis dari
pemikiran dan pembaharuan Rasyid Ridha, antara lain, Dalam dunia pendidikan,
Rasyid Ridha berpendapat, untuk mencapai kemajuan dan menghadapi beratnya
tantangan dunia modern maka umat Islam harus memadukan pendidikan agama dan
pendidikan umum dengan menggunakan metode Eropa serta membangun lembaga
pendidikan.
Penulis sependapat dengan ide Rasyid Ridha yang menganjurkan umat Islam, harus
memadukan pendidikan agama dan pendidikan umum dengan menggunakan metode Eropa,
dikarenakan pada masa itu umat Islam lebih cenderung membahas masalah-masalah
agama dan melupakan pendidikan umum. Itulah yang menyebabkan umat Islam mundur,
karena pendidikan agama pada masa itu banyak masyarakat yang bersifat taqlik
tanpa mau mengkaji lebih dalam tentang hal tersebut. Umat Islam tidak mau
membuka cakrawala berfikir, mereka hanya sibuk memikirkan masalah Ibadah dan
akhirat saja.
Oleh sebab itu, diperlukan adanya lembaga pendidikan yang mengarahkan umat
Islam untuk berfikir kritis dan mau mempelajari ilmu umum, berupa sains dan
teknologi serta ilmu-ilmu lainnya. Rasyid Ridha memang mengajak umat Islam
untuk menggunakan metode Barat tetapi dia juga memperingatkan umat Islam untuk
tidak mengikuti peradaban Barat beserta ajakan untuk mempelajari ilmu-ilmu
Barat. Dikarenakan peradaban Barat dan ilmu-ilmu Barat tidak mencerminkan
adanya nilai-nilai keIslaman.
Dibidang agama, menurut Rasyid, umat Islam akan maju apabila meninggalkan
segala khurafat dan bid’ah yang selama ini membelenggunya serta membrantas
taqlid, membebaskan fikiran daripada kepercayaan jelek, tahyul dan
memperbaharui tekad ke arah memantapkan solidaritas dan merapatkan perselisihan
mazhab serta kembali kepada ajaran Islam sebenarnya dengan menggali kembali
teks al-Qur’an dan Hadis.
Penulis sependapat, dengan ide Rasyid Ridha yang menganjurkan umat Islam
harus menggali kembali teks al-Qur’an dan Hadis. Agar menjadikan umat Islam
mampu berfikir kritis dan tidak bersifat taqlik dan mampu untuk menghasilkan
para pemikir serta ulama yang berilmu dan mempunyai wawasan yang luas.
13
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan, bahwa ide pemikiran dan
pembaharuan Rasyid Ridha sangat dibutuhkan. Karena mempunyai kontribusi yang
sanggat tinggi untuk kemajuan umat Islam. Diantaranya, Dibidang pendidikan
Rasyid Ridha sangat menginginkan adanya perpaduan antara pendidikan Agama
dengan pendidikan Umum, untuk membentuk generasi yang tidak hanya mempunyai
ilmu dan wawasan yang luas tetapi juga mempunyai akhlak dan pribadi yang
mencerminkan seorang pemimpin yang bersih. Dan memusatkan perhatian pada
reformasi intelektual Islam, pembaharuan ilmu syari’at dan bahasa Arab serta
membangkitkan lembaga-lembaga yang membentuk pemikiran umat Islam.
Dibidang agama, Rasyid Ridha menginginkan umat Islam
menggali kembali teks al-Qur’an dan Hadis. Dengan cara, Mempertahankan syari’at
Islam beserta ilmu-ilmunya, Menyebarluaskan fatwa-fatwa kontemporer dan
menetapkan al-Qur’an antara fiqih kontemporer dan fiqih ahkam, Memberikan
penerangan kepada umat tentang perbedaan antara agama dan tradisi yang ada di
masyarakat. Dibidang politik, Rasyid Ridha memberikan pemahaman tentang
persatuan umat. Serta memandang politik dengan pandangan universalitas Islam.
B. Rekomendasi.
Ide pemikiran dan pembaharuan Rasyid Ridha dalam dunia
pendidikan sangat berkontribusi. Karena pendidikan tidak bisa dipisahkan dari
agama. Jadi sewajarnyalah kita dalam dunia pendidikan tidak hanya menggali ilmu
saja akan tetapi juga mempunyai nilai-nilai keIslaman didalam mempelajari ilmu
tersebut.
Dibidang agama, dengan terbukanya cakrawala berfikir
diharapkan generasi Islam mampu menghasilkan metode-metode yang baru dalam
penafsiran al-Qur’an dan mampu memberi penerangan kepada masyarakat tentang
perbedaan agama dengan tradisi sehingga masyarakat tidak taklik dan masyarakat
mampu membersihkan aqidahnya dari perbuatan syirik, syubhat, bid’ah dan
khurafat. Dibidang politik, hendaknya umat Islam yang ada didunia harus bersatu
untuk menegakkan negara berdasarkan syari’at Islam tanpa memandang perbedaan
suku bangsa dan ras. Dan hendaklah yang menjadi pemimpin adalah orang yang
memiliki ilmu dan wawasan yang luas serta memiliki pribadi yang mulia.
14
DAFTAR PUSTAKA
Lihat, Kurnial Ilahi, “Perkembangan Modern
dalam Islam”, (Riau: Lembaga Penelitian dan Perkembangan Fakultas Usuluddin
UIN SUSKA dan Yayasan Pusaka Riau, 2002), h. 55.
Lihat, Imarah Muhammad,“Mencari Format
Peradaban Islam”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005). h. 1. Sayid
Muhammad Rasyid Ridha lahir pada tahun 1865 M. Di al-Qalamun suatu desa di
Libanon yang letaknya tidak jauh dari kota Tripoli (Syria). Ia berasal dari
keturunan al-Husein, cucu Nabi Muhammad SAW, oleh karena itu ia memakai gelar
“Sayid” di depan namanya. Ayahnya seorang ulama dan penganut Tariqad
Syazilliah, karena itu Rasyid Ridha pada waktu kecilnya selalu mengenakan jubah
dan sorban, tekun dalam pengajian dan wirid sebagai mana kebiasaan pengikut
Tariqad Syazilliah. Lihat,Yusran Asmuni, “Pengantar Studi Pemikiran dan
Gerakan Pembaharuan dalam dunia Islam”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1995), h. 82.
Lihat, Sirojuddin Ar, “Ensiklopedi Islam”,
(Jakarta: PT. Ihctiar Baru Van Hoeve, 2001), h. 161.
Pendidikan dasarnya diperoleh pada Madrasah
al-Wathaniyyah al-Islamiyyah di Tripoli-Syam dan selanjutnya pindah ke
Beirut hingga meraih gelar al-‘Alimiyyah. Kecenderungan awalnya kepada
ilmu hadits/ riwayat beralih ketika ia membaca kitab Ihy, ‘Ulumiddin
karangan Imam al-Ghazali. Sejak itu, ia mulai tenggelam dalam dunia tasawuf dan
hidup zuhud serta menjadi pengikut Tarekat Naqsyabandiyah. Lihat,
Mohammad, Herry, “Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20”, (Jakarta:
Gema Insani, Press, 2006), h. 312-313.
Lihat, Sirojuddin Ar, Op. Cit, h. 162.
Lihat, Mohammad, Herry, Op. Cit, h. 313.
Lihat, Mohammad, Herry, h. 317.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar